Urgensi Revisi Undang-Undang Filantropi

Tim Riset Media Berbagi
1002 View Edukasi
22 Jan 2022

Dunia filantropi berkembang pesat di beberapa tahun terakhir. Terlebih setelah berbagai platform crowdfunding bermunculan, juga kemudahan berdonasi dengan berbagai alternatif yang membuat donatur lebih ringan energi  saat akan berdonasi.


Dalam kacamata yang lebih luas, Indonesia dikenal dengan dermawan juga mendukung berkembangnya filantropi di negara ini.

Sayangnya, perkembangan filantropi yang pesat ini tidak didukung dengan undang-undang yang tepat. Sebagaimana Undang-Undang No 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat yang tanpa terasa tepat memasuki usia satu dasawarsa pada 2021 kemarin. Sebelumnya, UU yang berlaku adalah UU No 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.


Seorang dosen ilmu hukum Universitas Indonesia berpendapat bahwa, regulasi ini di satu sisi amat memberikan penguatan dan kepastian hukum bagi institusionalisasi ekosistem zakat oleh negara. 


Namun, saat bersamaan memarginalkan ekosistem zakat berbasis tradisional dan komunal yang berakar di masyarakat umum.


Telah tercipta penguatan kelembagaan dan kewenangan luar biasa bagi amil zakat berbasis negara dalam mengelola zakat. Namun di sisi lain, pengelola zakat nonnegara mengalami penyempitan akses dan ketidaksetaraan posisi dalam mengadministrasikan zakat.


Maka, di usia satu dekade ini, penting menelaah kembali UU ini, utamanya menciptakan tata kelola perzakatan yang optimal dan maksimal, serta menjamin keadilan dan kesamaan aksesibilitas masyarakat umum dalam mengelola zakat.


Dijelaskan pula, bahwa ketentuan tentang kriminalisasi pada UU Pengelolaan Zakat perlu ditinjau, baik rumusannya maupun penegakannya. Wajar jika pelaku manipulasi dan penggelapan dana zakat dipidana.


Terlebih di era modern ini, melakukan aksi galang dana sangatlah mudah, siapapun bisa. Tapi juga perlu ditinjau kembali terkait hukum yang menetapkan bahwa amil tak berizin yang amat banyak (terutama saat Ramadhan), harus dipidana dengan denda atau kurungan sebagaimana termaktub dalam UU No 23 tahun 2011.


Penegakan hukumnya pun sulit. Sebab, aparat penegak hukum akan kesulitan menangkap, menyidik dan memidana orang-orang baik tersebut, yang mengumpulkan zakat secara tradisional lebih karena alasan tradisi dan kepercayaan masyarakat serta banyak yang tidak memahami sanksi pidana.


Karena akan sangat disayangkan jika tingginya jiwa dermawan masyarakat Indonesia hanya 'dimanfaatkan' oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, sehingga muncul rasa malas, ketakutan jika donasi yang diberikan hanya untuk keperluan pribadi amil gadungan.


Di sisi lain, untuk menjadi amil yang memiliki lisensi juga tidak mudah, khususnya bagi lembaga-lembaga yang masih kecil, belum faham hukum, masih tradisional tapi memiliki kemampuan untuk menerima dan mengelola dana yang masuk dengan amanah dan profesionalisme tinggi.


Maka dalam revisi undang-undang, pemerintah perlu mencari jalan tengah antara kondisi saat ini dan kendala yang ada. Semoga dengan lebih tertatanya undang-undang zakat, maka semakin baik pula kesejahteraan Indonesia.


https://law.ui.ac.id/v3/sepuluh-tahun-uu-zakat-

Ruang Edukasi

Ikut berkontribusi menghadirkan edukasi dengan topik-topik filantropi

SEMUA KEBUTUHAN HANYA DALAM SATU PLATFORM!

Fundraising management System (FMS) telah dirancang untuk memudahkan kebutuhan lembaga mulai dari perencaaan, penggalangan dana, penyaluran dan pelaporan

© 2022 FMS . PT. Media Berbagi Indonesia